Laporan Praktikum Vasektomi dan Kastrasi



VASECTOMI
1.    Tujuan
Untuk mencegah terjadinya pertemuan cairan sperma dan sel telur, yaitu untuk mencegah kebuntingan.

2.    Tinjauan Pustaka
Vasektomi adalah istilah dalam ilmu bedah yang terbentuk dari dua kata yaitu vas dan ektomi. Vas atau vasa deferensia artinya adalah saluran benih yaitu saluran yang menyalurkan sel benih jantan (spermatozoa) keluar dari buah zakar (testis) yaitu tempat sel benih itu diproduksi menuju kantung mani (vesikulaseminalis) sebagai tempat penampungan sel benih jantan sebelum dipancarkan keluar pada saat ejakulasi.  Ektomi atau ektomia artinya pemotongan sebagian, jadi vasektomi artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi buntu atau tersumbat. Pada prinsipnya vasektomi adalah memotong saluran sperma jantan. Tujuannya untuk mencegah terjadinya pertemuan cairan sperma dan sel telur, yaitu untuk mencegah kebuntingan (Jamilah, 2001).
Dalam metode yang lebih baru, vasektomi dapat dilakukan dengan cara tanpa pembedahan. Dengan metode ini, dokter hanya meraba saluran vas deferens di bawah kulit skrotum dan menahannya dengan sebuah penjepit kecil. Lalu sebuah alat khusus dipakai untuk membuat sebuah tusukan pada kulit skrotum dan memperlebarnya sehingga saluran vas deferens terlihat dan dapat dipotong serta diikat. Prosedur ini menghasilkan perdarahan yang sangat sedikit dan tidak diperlukan jahitan pada bekas luka tusukan yang dapat sembuh secara cepat dengan sendirinya (Anonimous, 2006).
Namun, metode vasektomi yang terbaru dikembangkan dengan cara benar-benar tidak menghasilkan pendarahan. Untuk menentukan lokasi vas deferens diraba di bawah kulit skrotum lalu dengan menggunakan sebuah penjepit plastik khusus, vas deferens ditahan agar tetap pada tempatnya di dalam lipatan kulit. Pada penjepit plastik itu tertanam sebuah transducer plastik melengkung yang menghasilkan gelombang suara ultra sebesar 5 watt. Bentuk transducer yang melengkung agar fokus gelombang suara ultra tersebut tertuju pada saluran vas deferens yang berada beberapa milimeter di bawah permukaan kulit. Tembakan denyut gelombang suara ultra yang selama 20 hingga 50 detik itu memanaskan vas deferens hingga 500C. Tembakan itu mematikan sel-sel di dalam dinding saluran yang kemudian membekukan dan menyumbat saluran (Anonimous, 2006).
Pada pemeliharaan hewan pejantan vasektomi menghambat kesuburan hewan jantan. Vasektomi ini kurang dianjurkan karena hewan akan aktif, agresif dan proses urinasi tetap berlangsung, produksi hormonal tetap berlangsung karena dihasilkan oleh sel-sel leydig’s tidak memberikan perubahan yang berarti akibat vasektomi (Fossum, 2002). 

3.    Materi dan Metode
a.         Persiapan Pasien
Pasien adalah seekor kucing jantan dengan  berat badan 2 kg, berwarna belang. Sebelum pelaksanaan operasi pasien telah diperiksa keadaan fisik.
b.         Persiapan Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah meja operasi, pisau cukur, scalpel, arteri klem, gunting ujung tumpul, gunting ujung runcing, gunting ujung bengkok, spuit, alis forcep, dup clamp, needle, needle holder, pinset anatomis, pinset sirurgis, drapping, benang Plain Catgut, Benang Chromic Catgut, Cutton dan tampon steril dan stetoskop.
Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, Betadine, , Penisillin oil, Ketamin, Xylazine, Atropin Sulfat,

            Premedikasi dan Anastesi
Premedikasi merupakan suatu tindakan pemberian obat sebelum pemberian anastesi yang dapat menginduksi jalannya anastesi. Premedikasi dilakukan beberapa saat sebelum anastesi dilakukan. Tujuan premedikasi adalah untuk mengurangi rasa takut, amnesia, induksi anastesi lancar dan mudah mengurangi keadaan gawat anastesi saat operasi seperti hipersalivasi, bradikardia dan muntah (Ibrahimn, 2000)
Premidikasi yang digunakan adalah atropin sulfat dengan dosis 0,05 mg/kg BB secara subkutan. 10 menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian ketamin dengan dosis 12,5 mg/kgBB, xilazin dengan dosis 3 mg/kgBB secara intramuskular.

Tehnik Operasi
Pasien yang telah dianastesi diletakkan diatas meja operasi dengan posisi dorsal recumbency. Daerah yang akan diincisi yaitu daerah scrotum bagian atas dekat dengan penis (antara scrotum dan penis), terlebih dahulu dicukur bulu daerah cranial scrotum dan didesinfeksi dengan alkohol 70%.Kemudian Diincisi kulit tepat disebelah cranial skrotum sepanjang 2-4 cm menembus kulit dan jaringan subkutan menuju funikulus spermatikus. Kemudian incisi secara hati-hati tunika vaginalis, vas deferen tampak seperti pita putih berdiameter kurang lebih 3 mm. Siapkan dua buah mosquite forcep untuk menjepit vas deferens, penjepitan dilakukan dengan memberi jarak antara jepitan sepanjang lebih kurang  1 cm. Ligasi vas deferens dengan menggunakan benang cotton pada bagian belakang kedua jepitan. Vas deferens diantara dua jepitan dipotong. Kemudian dijahit tunika vaginalis dengan benang cat gut cromik dengan pola sederhana menerus. Sedangkan kulit ditutup dengan jahitan sederhana tunggal menggunakan benang cotton. Kemmudian setelah di jahit disuntikkan Penicillin Oil kedalam luka operasi.

Perawatan Pascaoperasi

Pasien ditempatkan dalam kandang yang bersih dan kering, luka bekas operasi diperiksa dengan kontiyu dan dilakukan pengobatan pada bekas luka selama seminggu  dengan memberikan betadine dan jahitan di buka setelah bekas operasi kering.

4.        Pembahasan
Telah dilakukan pembedahan pada seekor kucing jantan dengan berat badan 2 kg. Pembedahan yang yang dilakukan bertujuan untuk mencegah terjadinya fertilisasi. Vasektomi merupakan pengikatan vas deferens yang bertujuan untuk mencegah keluarnya sperma, sehingga hewan tersebut menjadi steril. Pengikatan vas deferens dapat yang dilakukan yaitu Pengikatan permanen dimana pengikatan pada vas deferens, dimana vas deferensnya tidak lagi di buka, sehingga hewan tersebut menjadi steril.
Sebelum  pembedahan dilakukan pemeriksaan fisik. Obat premedikasi yang diberikan adalah atropine sulfat dengan dosis 0,05 mg/kg berat badan. Obat premidikasi bertujuan untuk mencegah terjadinya muntah, mempercepat kerja obat anestesi, memperlama kerja obat anestesi dan mencegah efek yang tidak diinginkan.
Sesuatu yang menggerakkan spermatozoa dari epididimis (lokasi dibawah scrotum) naik menuju urethra (dalam rongga pelvis) ketika terjadi proses ejakulasi. Ini adalah tugas dari Vas Defferens, juga dikenal sebagai ductus deferens. Vas defferent adalah saluran muscular yang melekat pada ekor epididimis dengan bagian pelvis pada urethra. Lapisan tebal dari otot-otot halus dalam dindingnya memberikan kesan sangat solid dan texture seperti cord. Vas Defferens yang melalui cincin inguinal sebagai bagian dari corda spermatic.
Tugas dari vas deferens adalah untuk mendorong spermatozoa dan cairannya dengan cepat, dari epididimis menuju urethra ketika terjadi ejakulasi. Ketika berada dalam urethra, spermatozoa bercampur dengan sekresi dari kelenjar assesoris saluran reproduksi untuk membentuk semen, yang akan dikeluarkan/disemprotkan ke dalam saluran reproduksi betina.
Anestesi yang digunakan adalah kombinasi ketamin dengan dosis 12,5 mg/kg BB dan xylazin 3 mg/kg BB yang dikombinasikan dalam 1 spuit diberikan secara intra muscular. Kombinasi ketamin-xylazin merupakan kombinasi obat anestesi yang ideal karena menghasilkan efek yang sinergis yaitu efek analgesik yang kuat dan relaksasi otot yang bagus.

5.        Kesimpulan
Dilakukannya vasektomi yaitu untuk mengurangi jumlah perkembangan  populasi kucing dengan jalan mengikat atau memotong ductus vas deferens untuk menghalangi pertemuan spermatozoa dengan ovum.










 

KASTRASI
1.    Tujuan
Untuk mengambil testis atau mensisfungsikan testis dengan tindakan bedah agar hewan tersebut steril dan tidak dapat membuahi.
2.    Tinjauan Pustaka
Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testes ( testikel ) yang terbungkus di dalam skrotum. Dimana testis menghasilkan spermatozoa ( sel kelamin jantan ) dan testosteron atau hormon kelamin jantan. (Frandson, 1993)
Orchidektomi atau kastrasi merupakan sebuah prosedur operasi / bedah dengan tujuan membuang testis hewan. Kastrasi ini dilakukan pada hewan jantan dalam keadaan tidak sadar (anastesi umum). (Waluyo, 2009)
Metode kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Metode terbuka
Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga testis dan epididimis tidak lagi terbungkus.
2. Metode tertutup
  Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Peningkatan dan penyayatan pada funiculus spermaticus.
Kucing yang akan dikebiri harus dalam keadaan sehat. Sebagian besar kucing dikebiri ketika berumur 5 – 8 bulan. Para ahli perilaku hewan menyarankan mengkebiri kucing sebelum memasuki masa puber, karena dapat mencegah munculnya sifat / perilaku kucing yang tidak diinginkan.
Keuntungan kastrasi, antara lain :
1. Mencegah Kelahiran Anak Kucing Yang Tidak Diinginkan
Salah satu keuntungan mengkebiri kucing adalah mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan. Selain menjaga populasi kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik kucing bisa merawat kucing-kucingnya dengan maksimal.
2. Kurang Agresif Terhadap Kucing Lain.
Testosteron adalah hormon kelamin jantan. Hormon ini mempengaruhi banyak pola-pola perilaku pada kucing jantan. Salah satu perilaku yang banyak dipengaruhi hormon testosteron adalah perilaku agresi. Setelah kebiri, perilaku ini cenderung berkurang banyak. Spraying/Urine marking Spraying/urine marking adalah salah satu perilaku alami kucing jantan yang tidak di kebiri. Sebagian besar perilaku ini hilang setelah kucing di kebiri.
3. Tidak Suka Berkeliaran
Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan feromon yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang cukup jauh. Kucing jantan dapat mengetahui dimana letak kucing betina yang sedang birahi melalui feromon ini, lalu kemudian mencari dan mendatangi sang betina meskipun jaraknya cukup jauh. Kucing jantan yang telah dikebiri cenderung tidak bereaksi terhadap feromon ini dan lebih suka diam di dalam rumah.
4. Lebih Jarang Terluka
Keuntungan medis lain dari kebiri adalah jarangnya kucing terluka akibat berkelahi dengan kucing lain. Semakin jarang terluka semakin kecil juga kemungkinan terkena penyakit yang dapat menular melalui luka/kontak.
5. Peningkatan Genetik
Beberapa kucing dikebiri karena mempunyai/membawa cacat genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat tersebut tidak dapat lagi berkembang biak, sehingga jumlah kucing-kucing cacat dapat dikurangi.
6. Mengurangi Resiko Tumor & Gangguan Prostat
Tumor dan gangguan prostat lebih sering terjadi pada anjing, pada kucing jarang sekali terjadi. Sebagian besar gangguan pada prostat berhubungan dengan hormon testosteron yang dihasilkan oleh testis. Tindakan kebiri menyebabkan hewan tidak lagi menghasilkan hormon tersebut, sehingga resiko tumor dan gangguan pada prostat dapat dikurangi.
7. Cenderung Lebih Manja
Sebagian besar perilaku agresif pada kucing jantan dipengaruhi hormon testosteron. Kucing yang dikebiri cenderung tidak agresif dan lebih manja.
Kelemahan dari kucing yang dikastrasi antara lain:
1. Kegemukan atau obesitas. Rata-rata seekor kucing jantan yang dikastrasi membutuhkan asupan kalori sebanyak 25% untuk menjaga berat badannya dank arena kucing yang dikastrasi memiliki rata2 proses metabolisme makanan yang rendah maka asupan nutrisi tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga menimbulkan kegemukan.
2. Kehilangan untuk memperoleh keturunan yang potensial /berharga terutama untuk para breeder.
3. Penurunan kadar testosterone mengakibatkan kehilangan sifat maskulinasi dan penurunan fungsi otot-otot badan. Penurunan kadar testosteron juga mengakibatkan penundaan penutupan pertumbuhan tulang panjang, sehingga kucing yang dikastrasi pertumbuhan tulang-tulang ekstremitasnya lebih panjang dibandingkan yang tidak dikastrasi.
Preanastesi
Obat-obatan preanastesi digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum pemberian agen anestesi baik itu anastesi local, regional ataupun umum. Tujuan pemberian agen preanestesi tersebut adalah untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah, meningkatkan keamanan pada saat pemberian agen anestesi, memperlancar induksi anestesi, mencegah efek bradikardi dan muntah setelah ataupun selama anestesi, mendepres reflek vagovagal, mengurangi rasa sakit dan gerakan yang tidak terkendali selama recovery (Kumar, 1996).
Agen preanastesi digolongkan menjadi 4 yaitu; antikolinergik, morfin serta derivatnya, transquilizer dan neuroleptanalgesik (Kumar, 1996). Sementara menurut Sardjana dan Kusumawati (2004), obat-obat yang digunakan untuk anastesi premedikasi meliputi antikolinergik, analgesik, neuroleptanalgik, tranquilizer, obat dissosiatif dan barbiturate.
Menurut Sardjana dan Kusumawati (2004) pada umumnya obat-obat preanastesi bersifat sinergis terhadap anastetik namun penggunaanya harus disesuaikan dengan umur, kondisi dan temperamen hewan, ada atau tidaknya rasa nyeri, teknik anastesi yang dipakai, adanya antisipasi komplikasi, dan lainnya.
Atropin Sulfat
Atropin merupakan agen preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatolitik. Atropin sebagai prototip antimuskarinik mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase (Ganiswarna, 2001).
Atropin sulfat berbentuk kristal putih, tidak berwarna dan tidak berbau. Atropin dalam bentuk bubuk atau tablet harus disimpan dalam container tertutup dengan suhu 15º-30ºC, sedangkan dalam bentuk injeksi harus disimpan pada suhu kamar.
Atropin sebagai premedikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang diberikan baik secara subkutan, intra vena maupun intra muskuler (Plumb, 1998), sedangkan menurut Rossof (1994), atropin sebagai premedikasi diberikan dengan dosis 0,03-0,06 mg/kg.
Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan syaraf pusat, merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin (Ganiswarna, 2001).
Anestesi
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran. Pada operasi-operasi daerah tertentu seperti perut, maka selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar (Ibrahim, 2000).
Anestesi umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat menyebabkan penderita mengalami analgesia, amnesia, dan tidak sadarkan diri sedangkan otot-otot mengalami relaksasi dan penekanan reflek yang tidak dikehendaki (Mycek, 2001).
Agar anestasi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin, pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini (Gan, 1987). Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mulai kerja obat yang cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan.
Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi hewan.
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;
(1)  Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), stadium ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada stadium ini hewan masih sadar dan memberontak. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
(2)  Stadium II (stadium eksitasi involunter), stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak. Pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia.
(3)  Stadium III (pembedahan/operasi), stadium ini terbagi dalam 3 bagian yaitu; (a) Plane I, ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepres. ( II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. (c) Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisa medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisa otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Archibald, 1966).
Ketamin
Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relative aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistim somatik tetapi lemah lemah untuk sistim visceral, tidak menyebabkan relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi.
Secara kimiawi, ketamin analog dengan phencyclidine. Ketamin HCl berwarna putih dan berbentuk bubuk kristal yang mempunyai titik cair 258-261ºC. Satu gram ketamin dilarutkan dalam 5 ml aquades dan 14 ml alkohol. Ketamin yang digunakan sebagai agen anestesi untuk injeksi dipasaran biasanya mempunyai pH antara 3,5-5,5 (Anonimus b, 2005).
1. Ketamin HCl bekerja dengan memutus syaraf asosiasi serta korteks otak dan thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit dipengaruhi. Ketamin HCl merupakan analgesia yang tidak menyebabkan depresi dan hipnotika pada syaraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika. Setelah pemberian ketamin, refleks mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka.
2. Menurut Slatter (2003), penggunaan ketamin mempunyai keuntungan dan kerugian.
a. Keuntungan penggunaan ketamin yaitu;
(1) dalam pengaplikasianya ketamin sangat mudah,
(2) menyebabkan pendepresan kardiovaskuler dan respirasi minimal,
(3) dapat digunakan dalam situasi darurat dimana hewan belum dipuasakan, karena refleks faring tetap ada,
(4) induksi cepat dan tenang, dan
(5) dapat dikombinasikan dengan agen preanestesi atau anestesi lainnya.
b. Kerugian dari penggunaan ketamin :
(1) menyebabkan relaksasi otot tidak maksimal bila penggunaannya secara tunggal,
(2) respon yang bervariasi pada beberapa pasien,
(3) dapat menyebabkan hipotermia,
(4) dapat menyebabkan kekejangan ektremitas,
(5) menyebabkan konvulsi pada beberapa pasien, dan
(6) recovery yang lama.
3. Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin bersama xylazine dapat dipakai untuk anastesi pada kucing. Ketamin dengan pemberian tunggal bukan anastetik yang bagus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Dosis pada kucing 10-30 mg/kg secara intra muskuler, mula kerja obat 1-5 menit, lama kerja obat 30-40 jam dan recoverinya 100-150 menit (Lumley, 1990). Menurut Kumar (1997) dosis ketamin pada anjing dan kucing ialah 10-20 mg/kg diberikan secara intra muskuler.

3.        Materi dan Metode
Materi
a.    Bahan
Kucing jantan dengan berat badan 2 kg, atropin sulfat dengan dosis 0,05 mg/kg BB, Ketamin 10 % dengan dosis 12,5 mg/kg BB, alkohol 70 %, Betadine, xylazine 2 % dengan disis 3 mg/kg BB.



b.    Alat
Alat yang digunakan yaitu pinset sirugis, pinset anatomis, towel clamp, gunting bengkok, gunting lurus tumpul tajam gunting lurus tajam-tajam, scalpel, needle holder,needle (round dan cutting), syringe 1 cc, tampon kapas, tang arteri, silk 3/0.

Metode Operasi
a.       Persiapan Operasi :
-       Atropine Sulfat  =  dosis/kg BB x BB 
Konsentrasi (mg/ml)

=  0,05 mg/kg x 2 kg
0,25 mg/ml
=  0.4 ml

-       Ketamin 10%     =  dosis/kg BB x BB
Konsentrasi (mg/ml)

=  12,5 mg/kg x 2 kg
100 mg/ml
=  0,25 ml

-            Xylazine 2%    =  dosis/kg BB x BB
Konsentrasi (mg/ml)           

=  3 mg/kg x 2 kg
20 mg/ml
=  0.3 ml
b.      Teknik Operasi
1.      Kucing yang akan dioperasi harus dalam kondisi sehat dan umur yang cukup (testis sudah turun ke ruang scrotum). Hal ini dapat diketahui dengan melakukan preparasi pada hewan, berupa: signalement, anamnesa, status present, keadaan umum, keadaan kulit dan rambut, selaput lendir, serta kelenjar pertahanan.
2.      Anastetikum dipersiapkan, yaitu kombinasi dari Xylazine 2% dan Ketamine 10% yang diaplikasikan intra muscular (IM) diantara m. semimembranosus dengan m. semitendinosus atau di m. Gluteus.
3.      Setelah kucing teranaestesi, kemudian kucing diletakkan pada meja operasi dan dilakukan desinfeksi dengan cara mencukur rambut dan membersihkan rambut bekas cukuran di sekitar titik orientasi kemudian diusap dengan alkohol 70% dan setelah kering diolesi dengan iodium tincture 3%. Dan mulut kucing tersebut diberi tampon dan lidahnya dikeluarkan.
4.      Selanjutnya ditutup dengan duk (harus dalam posisi yang tepat sehinga titik orientasi, yaitu pada testis dapat terlihat dengan jelas). Duk dan kulit difiksasi dengan menggunakan towel clamp.
5.      Setelah itu skrotum dari salah satu testis dipegang lalu didorong kedepan dan ditahan sementara,
6.      Kemudian dibuat irisan sejajar raphae scroti lebih kecil dari testis dan dibuka tunica vaginallis communis sampai ke depan,
7.      Keluarkan testis dan diligasi spermatic cord sedekat mungkin dengan ostium vaginalis. Dengan menggunakan mosquito forceps jepit spermatic cord searah yang menuju kearah testis dengan menggunakan scalpel dipotong spermati cord searah yang menuju kearah testis, dilakukan potongan distal dari tempat ligasi, melalui irisan tadi dibuat irisan pada septum scroti untuk mengeluarkan testis satunya dengan dorongan seperti diatas.
8.      Kulit dijahit dengan pola simple interupted menggunakan benang cutton. Ke dalam daerah sayatan disemprotkan penicillin oil,
9.      Setelah dijahit luka irisan pada kulit yang telah dijahit diolesi Betadine.

4.      Pembahasan
Sebelum operasi kastrasi dilakukan, alat – alat operasi dipersiapkan. Alat tersebut berupa :
1.    Duk yang berfungsi sebagai pelindung pasien dari kontaminan dan sebagai alas untuk meletakkan alat – alat operasi yang digunakan selama operasi berlangsung.
2.    Towel clamp berfungsi untuk menjepit duk agar menempel / melekat pada kulit.
3.    Needle holder yang berfungsi untuk memegang jarum.
4.    Pinset yang berfungsi untuk memegang jaringan.
5.    Gunting yang berfungsi untuk memotong jaringan.
6.    Pisau scalpel berfungsi untuk menginsisi kulit scrotum.
Pada saat praktikum, sebelum dilakukan tindakan operasi, pasien harus dianastesi. Sebelum oabat anastesi diberikan pasien diberikan obat preanastesi berupa atropin dengan dosis yang diberikan adalah 0,05 mg dengan berat kucing 2 kg, sehingga dosis yang di injeksikan secara subcutan pada anjing tersebut adalah ( 0,05 mg x 2 kg ) / 0,25 mg/ml = 0,4 ml.
Setelah preanastesi diberikan kemudian tunggu 10 menit , dilanjutkan dengan pemberian obat anastesi,
Ketamin 10 % dengan dosis 12,5 mg/kg BB x 2 kg / 100 mg/ml =0,25 ml dan  xylazine 2 % dengan dosis 3 mg/kg BB x 2 kg / 20 mg/ml = 0,3 ml, pemberian obat anastesi tersebut di berikan secara intramuscular pada kaki sebelah kanan.
Kemudian ketika kondisi pasien sudah dalam keeadaan setengah sadar, pasien direbahkan dengan posisi rebah dorsal pada meja operasi dan keempat ekstremitasnya difiksasi dalam keadaan simetris. Agar kucing masih tetap bisa bernafas mulut kucing sedikit dibuka dan memberi tampon kedalam mulutnya dengan mengaitkan kedua taringnya dan lidah dijulurkan kesamping.Sebelum dilakukan pencukuran bulu pada daerah scrotum, daerah tersebut di basahi terlebih dahulu agar saat dicukur bulu tidak beterbangan. Sisa – sisa rambut cukur dibersihkan, kemudian di bilas dengan alkohol 70 %, agar mengurangi kontaminasi bakteri setelah itu diberikan olesan betadin.
Kemudian beri sayatan pada scrotum sebelah kanan, panjang sayatan disesuaikan dengan ukuran testis. Sebelum dilakukan sayatan dan pembedahan dilakukan pemberian towel didaerah sekitar yang akan diinsisi sebagai pelindung pasien dari kontaminan.Penyayatan dilakukan sampai tunika vaginalis ikut tersayat. Dan tipe ini termasuk tipe terbuka. Pada testis sebelah kanan, ductus deferens dan arteri testicularis diikat kemudian dipotong untuk kemudian dibuang.
Pada testis sebelah kiri ductus deferens dan arteri testicularis disimpul, sehingga sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis. Pada metode terbuka memiliki keuntungan, yaitu resiko perdarahan bisa di minimalisir. Kedua testis yang dipotong kemudian dibuang.
Setelah itu metode jahitan terputus sederhana dilakukan dengan menjahit scrotum. Setelah dijahit olesi daerah yang dijahit dengan betadin. Kemudian pasien disuntikkan ampicilin pada daerah intramuscular pada kaki sebelah kiri, dosis ampicilin yang diinjekskan adalah 0,5 cc.
            Perawatan Pasca Operasi
Setelah operasi dilakukan, pasien dirawat hingga jahitan sudah dapat dibuka. Setiap hari, pasien dikontrol secara rutin, pemberian revanol dan betadin 3kali sehari membantu mempercepat pengeringan luka jahitan. Setelah seminggu jahitan sudah dapat dibuka jika bekas jahitannya sudah kering, perawatan secara rutin dan pemberian revanol dan betadin dapat mencegah terjadinya infeksi.
5.      Kesimpulan
Tindakan bedah kastrasi dilakukan pada kucing jantan dengan berat 2 kg.Dimana kastrasi ini dilakukan untuk  mengambil testis atau mensisfungsikan testis dengan tindakan bedah agar hewan tersebut steril dan tidak dapat membuahi. Selama periode pasca operasi anjing menunjukkan kemajuan yang baik, didukung dengan nafsu makan-minum yang baik. Setelah seminggu jahitan sudah dapat dibuka jika bekas jahitannya sudah kering, perawatan secara rutin dan pemberian revanol dan betadin dapat mencegah terjadinya infeksi.











Daftar Pustaka
Anonim. Laporan Bedah Kastrasi dalam http://annahlipb.wordpress.com/2010/11/20/laporan- bedah-kastrasi/, diakses pada tanggal 10 Maret 2013.
Anonim. Berbagi praktikum dari kastrasi dalam http://myvisifuntastic.blogspot.com/2009/11/berbagi-dari-praktikum-kastrasi-semoga.html, diakses pada tanggal 10 Maret 2013
Anonim. Kastrasi dalam http://kuliah-bhn.blogspot.com/2012/12/kastrasi.html,diakses pada tanggal 10 Maret 2013.
Anonim. Vasectomy dalam http://kuliah-bhn.blogspot.com/2012/12/vasectomy.html, diakses pada tanggal 10 maret 2013
Anonim. Kastrasi Kucing dalam http://muzarok.wordpress.com/2012/05/09/kastrasi-kucing/, diakses pada tanggal 10 maret 2013
Anonim. Makalah vasectomi dalam http://informasi-budidaya.blogspot.com/2010/12/makalah-vasektomi.html, diakses pada tanggal 10 maret 2013










LAMPIRAN FOTO
 

  















0 Response to "Laporan Praktikum Vasektomi dan Kastrasi"

Posting Komentar