AREMA, Jokowi dan Kaum Intelektual
Oleh : Reni Tania
Banyak tokoh dan penokohan yang akrab dengan Masyarakat. Siapa mereka? Mari kita lihat satu per satu.
Tokoh pertama kita adalah Arema. Arema yang menjadi ikon Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu dan sekitarnya sangat populer dan dibanggakan penduduk setempat. Bahkan tebentuk kelompok suporter Arema yang diberi nama Aremania dan Aremanita (untuk suporter perempuan). Siapa yang tidak mengenal Arema? Arema adalah salah satu perwujudan dari mimpi masyarakat untuk mengembangkan persepak bolaan di Kota Malang. Berkat dukungan dari semua lapisan masyarakat dalam berbagai profesi, lahirlah Singo Edan (julukan untuk Arema) yang namanya digaung-gaungkan setiap akan bertanding. Maka ketika nama Arema disebutkan, kata-kata yang mungkin akan muncul dalam benak kita adalah “grup sepak bola”, kemudian “kebanggaan” dan “Kota Malang”.
Tokoh kedua yang sangat akrab dengan bangsa Indonesia adalah Jokowi. Siapa yang tidak mengenal Jokowi? Presiden Republik Indonesia yang sangat dihormati rakyat. Bahkan sebelum dilantik menjadi presiden pada tahun 2014, nama Jokowi sudah dekat dengan masyarakat karena sikapnya yang tidak ragu untuk terjun langsung melihat keadaan rakyat. Tak ayal Jokowi berhasil mengambil hati banyak orang dan menunjukkan tipe baru sebuah kepemimpinan. Oleh sebab itu, ketika nama Jokowi terdengar, kata-kata yang kemungkinan besar akan muncul dalam benak kita adalah “pemimpin”, kemudian “merakyat” dan “harapan”. Ya, harapan akan lahirnya seorang pemimpin baru yang dapat mensejahterakan kita, para masyarakat.
Tokoh ketiga adalah Kaum Intelektual. Panggilan ini sangat akrab bagi mereka yang sedang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi. Mahasiswa adalah panggilan masyarakat kepada mereka. Namun kata-kata yang terlintas di benak kita ketika kata Mahasiswa disebutkan kebanyakan adalah “perguruan tinggi”, “demo” kemudian “anarkis” bahkan “calon anggota organisasi sesat”.
Semua orang tahu dan yakin bahwa tujuan proses belajar adalah menuntut ilmu. Ilmu, selain digunakan untuk mencari pekerjaan tentunya diharapkan penerapannya yang bermanfaat bagi banyak orang. Terdapat banyak msayarakat yang kurang/ tidak sejahtera karena tidak menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berkembang untuk memanfaatkan potensi daerahnya ataupun Sumber Daya Alam tertentu. Itulah sebabnya dibutuhkan orang yang pandai, menguasai hal-hal tersebut untuk membantu mereka dan orang tersebut disebut-sebut sebagai Mahasiswa. Ketika ilmu diterapkan oleh orang yang diandalkan - yakni Mahasiswa – barulah dapat diakui bahwa keberadaan Mahasiswa berguna dan dapat diandalkan sebagaimana tuntutan Tri Darma Perguruan Tinggi. Banyaknya organisasi-organisasi sesat yang beranggotakan beberapa mahasiswa telah menunjukkan sisi gelap gerakan yang disebut-sebut demi kepentingan masyarakat. Nama Mahasiswa kini mulai keruh dan dianggap biasa-biasa saja. Namun, dilain pihak banyak Mahasiswa yang gencar melakukan penelitian dan bakti sosial demi membantu masyarakat. Hal tersebut merupakan sikap mereka untuk menunjukkan sikap dan moral yang seharusnya dimiliki seorang Mahasiswa.
Pada hari Peringatan HIV/AIDS, mahasiswa A dengan gencar melakukan acara-acara amal, baik mebagi-bagikan bunga, melakukan seminar, bakti sosial dan penyuluhan tentang HIV/AIDS agar masyarakat terhindar dari jangkitan virus tersebut maupun agar penderita HIV/AIDS tidak dijauhi masyarakat.
Ketika Hari Sumpah Pemuda, mahasiswa B melakukan bakti sosial ke beberapa Panti Asuhan kemudian mengenalkan tokoh-tokoh pejuang Nasional yang dengan gagah berani memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan terdapat kumpulan mahasiswa yang mengajar bergantian di Panti Asuhan untuk menyalurkan ilmu yang mereka miliki.
Saat pemerintahan melakukan tindakan atau memberlakukan kebijakan yang mengancam masyarakat, puluhan mahasiswa mengeluarkan pendapat melalui tulisan untuk membela. Baik di koran-koran ataupun majalah-majalah yang memiliki rubrik opini, banyak mahasiswa dengan berani menegaskan pemikiran, memberikan saran dan kritik yang dilatarbelakangi perhatian kepada masyarakat.
Selain kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan inisiatif masing-masing mahasiswa, terdapat program KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang berorientasi pada pengabdian masyarakat, dimana mahasiswa berbagai jurusan berkumpul dan terjun langsung menghadap masyarakat di wilayah tertentu. Berbagai kegiatan pun dilakukan demi menjawab kebutuhan penduduk setempat seperti: mengajar, membuat alat, mengajari anak-anak cara mencuci tangan dan gosok gigi yang benar, melakukan penyuluhan, gotong royong dan lain sebagainya.
Inilah bukti nyata bahwa Mahasiswa tidak sekedar pelaku demo anarkis yang kita saksikan beberapa kali secara langsung ataupun melalui televisi. Meskipun kegiatan tersebut dilatarbelakangi suatu kondisi yang mengancam masyarakat. Pun Mahasiswa bukan sekedar relawan yang tergabung dalam organisasi-organisasi sesat. Mereka menunjukkan perilaku dan moral yang patut dicontoh oleh sebagian mahasiswa yang tidak becus mengabdi kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, mahasiswa seharusnya lebih akrab dengan masyarakat dengan pencitraan yang baik pula selayaknya dua tokoh lain di awal tulisan; Arema dan Jokowi.
***
Ada ungkapan yang mengungkapkan bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan moral, bukan gerakan politik. Langkah paling tepat untuk menyembuhkan kecacatan moral adalah adanya tokoh panutan dan tindakan kebiasaan yang patut dicontoh.
Gerakan mahasiswa saat ini yang melakukan banyak kegiatan dalam membantu masyarakat – sebagaimana telah disebutkan di atas – adalah tindakan yang patut dijadikan kebiasaan sehingga generasi mahasiswa selanjutnya memiliki panutan dalam melangkah dan mendapatkan gambaran tepat tentang pengabdian masyarakat.
Bagaimana pengabdian masyarakat dilakukan dengan karakter dan sikap moral yang tepat? Jawabannya ada pada Anda. Ya… Anda yang kami sebut-sebut sebagai Kaum Intelektual.
Banyak tokoh dan penokohan yang akrab dengan Masyarakat. Siapa mereka? Mari kita lihat satu per satu.
Tokoh pertama kita adalah Arema. Arema yang menjadi ikon Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu dan sekitarnya sangat populer dan dibanggakan penduduk setempat. Bahkan tebentuk kelompok suporter Arema yang diberi nama Aremania dan Aremanita (untuk suporter perempuan). Siapa yang tidak mengenal Arema? Arema adalah salah satu perwujudan dari mimpi masyarakat untuk mengembangkan persepak bolaan di Kota Malang. Berkat dukungan dari semua lapisan masyarakat dalam berbagai profesi, lahirlah Singo Edan (julukan untuk Arema) yang namanya digaung-gaungkan setiap akan bertanding. Maka ketika nama Arema disebutkan, kata-kata yang mungkin akan muncul dalam benak kita adalah “grup sepak bola”, kemudian “kebanggaan” dan “Kota Malang”.
Tokoh kedua yang sangat akrab dengan bangsa Indonesia adalah Jokowi. Siapa yang tidak mengenal Jokowi? Presiden Republik Indonesia yang sangat dihormati rakyat. Bahkan sebelum dilantik menjadi presiden pada tahun 2014, nama Jokowi sudah dekat dengan masyarakat karena sikapnya yang tidak ragu untuk terjun langsung melihat keadaan rakyat. Tak ayal Jokowi berhasil mengambil hati banyak orang dan menunjukkan tipe baru sebuah kepemimpinan. Oleh sebab itu, ketika nama Jokowi terdengar, kata-kata yang kemungkinan besar akan muncul dalam benak kita adalah “pemimpin”, kemudian “merakyat” dan “harapan”. Ya, harapan akan lahirnya seorang pemimpin baru yang dapat mensejahterakan kita, para masyarakat.
Tokoh ketiga adalah Kaum Intelektual. Panggilan ini sangat akrab bagi mereka yang sedang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi. Mahasiswa adalah panggilan masyarakat kepada mereka. Namun kata-kata yang terlintas di benak kita ketika kata Mahasiswa disebutkan kebanyakan adalah “perguruan tinggi”, “demo” kemudian “anarkis” bahkan “calon anggota organisasi sesat”.
Semua orang tahu dan yakin bahwa tujuan proses belajar adalah menuntut ilmu. Ilmu, selain digunakan untuk mencari pekerjaan tentunya diharapkan penerapannya yang bermanfaat bagi banyak orang. Terdapat banyak msayarakat yang kurang/ tidak sejahtera karena tidak menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berkembang untuk memanfaatkan potensi daerahnya ataupun Sumber Daya Alam tertentu. Itulah sebabnya dibutuhkan orang yang pandai, menguasai hal-hal tersebut untuk membantu mereka dan orang tersebut disebut-sebut sebagai Mahasiswa.
Ketika ilmu diterapkan oleh orang yang diandalkan - yakni Mahasiswa – barulah dapat diakui bahwa keberadaan Mahasiswa berguna dan dapat diandalkan sebagaimana tuntutan Tri Darma Perguruan Tinggi. Banyaknya organisasi-organisasi sesat yang beranggotakan beberapa mahasiswa telah menunjukkan sisi gelap gerakan yang disebut-sebut demi kepentingan masyarakat. Nama Mahasiswa kini mulai keruh dan dianggap biasa-biasa saja. Namun, dilain pihak banyak Mahasiswa yang gencar melakukan penelitian dan bakti sosial demi membantu masyarakat. Hal tersebut merupakan sikap mereka untuk menunjukkan sikap dan moral yang seharusnya dimiliki seorang Mahasiswa.
Pada hari Peringatan HIV/AIDS, mahasiswa A dengan gencar melakukan acara-acara amal, baik mebagi-bagikan bunga, melakukan seminar, bakti sosial dan penyuluhan tentang HIV/AIDS agar masyarakat terhindar dari jangkitan virus tersebut maupun agar penderita HIV/AIDS tidak dijauhi masyarakat.
Ketika Hari Sumpah Pemuda, mahasiswa B melakukan bakti sosial ke beberapa Panti Asuhan kemudian mengenalkan tokoh-tokoh pejuang Nasional yang dengan gagah berani memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan terdapat kumpulan mahasiswa yang mengajar bergantian di Panti Asuhan untuk menyalurkan ilmu yang mereka miliki.
Saat pemerintahan melakukan tindakan atau memberlakukan kebijakan yang mengancam masyarakat, puluhan mahasiswa mengeluarkan pendapat melalui tulisan untuk membela. Baik di koran-koran ataupun majalah-majalah yang memiliki rubrik opini, banyak mahasiswa dengan berani menegaskan pemikiran, memberikan saran dan kritik yang dilatarbelakangi perhatian kepada masyarakat.
Selain kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan inisiatif masing-masing mahasiswa, terdapat program KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang berorientasi pada pengabdian masyarakat, dimana mahasiswa berbagai jurusan berkumpul dan terjun langsung menghadap masyarakat di wilayah tertentu. Berbagai kegiatan pun dilakukan demi menjawab kebutuhan penduduk setempat seperti: mengajar, membuat alat, mengajari anak-anak cara mencuci tangan dan gosok gigi yang benar, melakukan penyuluhan, gotong royong dan lain sebagainya.
Inilah bukti nyata bahwa Mahasiswa tidak sekedar pelaku demo anarkis yang kita saksikan beberapa kali secara langsung ataupun melalui televisi. Meskipun kegiatan tersebut dilatarbelakangi suatu kondisi yang mengancam masyarakat. Pun Mahasiswa bukan sekedar relawan yang tergabung dalam organisasi-organisasi sesat. Mereka menunjukkan perilaku dan moral yang patut dicontoh oleh sebagian mahasiswa yang tidak becus mengabdi kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, mahasiswa seharusnya lebih akrab dengan masyarakat dengan pencitraan yang baik pula selayaknya dua tokoh lain di awal tulisan; Arema dan Jokowi.
***
Ada ungkapan yang mengungkapkan bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan moral, bukan gerakan politik. Langkah paling tepat untuk menyembuhkan kecacatan moral adalah adanya tokoh panutan dan tindakan kebiasaan yang patut dicontoh.
Gerakan mahasiswa saat ini yang melakukan banyak kegiatan dalam membantu masyarakat – sebagaimana telah disebutkan di atas – adalah tindakan yang patut dijadikan kebiasaan sehingga generasi mahasiswa selanjutnya memiliki panutan dalam melangkah dan mendapatkan gambaran tepat tentang pengabdian masyarakat.
Bagaimana pengabdian masyarakat dilakukan dengan karakter dan sikap moral yang tepat? Jawabannya ada pada Anda. Ya… Anda yang kami sebut-sebut sebagai Kaum Intelektual.
Lombok, 31 Januari 2016
Dibuat untuk mengikuti Lomba Essai
Yang diadakan oleh Universitas Negeri Malang (UM)
0 Response to "Essai (Sastra)"
Posting Komentar