Hai teman-teman, kali ini esai saya mengenai Obat Palsu. Kebetulan dahulu saya membuat esai ini sebagai syarat mengikuti LKMMF II (suatu Latihan Kepemimpinan mahasiswa Farmasi) di Universitas Katolik Widya Mandala. Alhamdulillah esai ini mendapat penghargaan sebagai esai terbaik kala itu (melawan esai buatan mahasiswa farmasi UMM).
Sebenarnya saya agak bingung dengan esai yang dimaksud, karena basic menulis saya adalah sastra bahasa Indonesia dan saya memang benar mencintai sastra yang mengajari saya banyak hal. Namun, sekarang saya memasuki ranah ilmiah. Oleh sebab itu ada kalanya saya bingung menerapkan tulisan dalam perspektif sastra ketika menulis tulisan ilmiah/semi ilmiah. Alhasil, inilah esai saya. Mohon jangan di copy-paste ya, masa Mahasiswa Farmasi yang berlabel pintar suka copy-paste dan tidak menghargai karya orang lain? Ayo buat image Mahasiswa Farmasi lebih baik ! Happy Reading..
Sumber gambar : http://www.pulsk.com/70992/7-Hewan-paling-di-takuti-ular |
***
SALASU
(Bisa Ular Palsu)
[Esai Kefarmasian]
“Obat dapat menjadi penawar sakit namun juga dapat menjadi racun”. Istilah itu sudah mengakrabkan diri dengan telinga. Obat didefinisikan sebagai suatu bahan atau bahan-bahan yang dimaksudkan untuk dipergunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau bagian tubuh manusia.
Sebagaimana pengertian obat di atas, maka jelaslah bahwa tujuan obat adalah memberikan dampak yang positif kepada tubuh manusia. Namun, apa jadinya jika ternyata bahan yang diterima para pengguna obat bukanlah obat tapi racun?
Bukan saja di luar negeri, masalah obat palsu pun menyebar di Indonesia. Obat palsu langsung menjadi topik yang hangat diperbincangkan dan tidak ada habisnya. Sejak dahulu hingga sekarang masalah ini hanya menjadi buah bibir dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Tidak pernah ada penyelesaian. Kemudian, siapa yang bertanggung jawab? Apakah Pemerintah? Mampukah pemerintah yang hanya beberapa orang menanggulangi penyebaran obat palsu di seluruh wilayah Indonesia?
Berbicara tentang mampu atau tidak mampu, pada dasarnya semua masalah akan dapat terselesaikan ketika telah terjalin sebuah kerjasama diantara pelaku-pelaku aksi. Sebagai contoh, ketika di suatu daerah terdapat tanggul air yang dindingnya retak dan tidak ada yang beraksi memperbaikinya, maka retakan pada dinding tanggul air tersebut dapat meluas hingga menyebabkan bocornya tanggul air. Daerah tersebut akhirnya terkena banjir. Masalah sederhana dapat menjadi besar ketika tidak ditanggulangi secara cepat. Namun, cerita di atas akan berbeda jika masyarakat memiliki rasa peka dan saling bekerjasama memperbaiki tanggul yang retak. Tanggul air akan kehilangan retakan, masyarakat aman, kepekaan masyarakat berkembang dan kerjasama serta kesatuan terjalin harmonis.
Terkait dengan obat palsu yang marak beredar, dapat diibaratkan sebagai masalah retaknya tanggul air. Perlu adanya kerjasama antar masyarakat baik masyarakat umum maupun masyarakat kesehatan khususnya apoteker yang memang berkecimpung dengan dunia obat-obatan.
Pada website resmi IAI (Ikatan Apoteker Indonesia), terdapat beberapa tulisan dari majalah KOMPAS maupun tulisan resmi di website IAI tersebut yang terkait dengan peredaran obat palsu dan peran apoteker dalam penanggulangan penyebaran obat palsu.
“Hasil penelitian Victory Project yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bersama dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) menyatakan bahwa 45 persen obat PDE5 Inhibitor (Sildenafil) di Indonesia adalah palsu. Riset Victory Project dilakukan di empat wilayah di Indonesia meliputi Jabodetabek, Bandung, Jawa Timur (Surabaya dan Malang) serta Medan dengan sampel obat yang dibeli adalah Sidenafil yang dibeli lewat berbagai gerai penjualan baik apotek (umum, jaringan, RS), toko obat, penjual pinggir jalan (Jakarta & Surabaya) serta lewat pembelian online di tiga situs yang menawarkan.
Dari hasil riset tersebut sebanyak 518 jumlah tablet dari 157 outlet menunjukkan bahwa tingkat pemalsuan obat jenis ini mencapai 45 persen. Perlu menjadi perhatian dari hasil riset ini adalah penetrasi penyebaran obat palsu PDE5 Inhibitor ternyata juga bisa menembus masuk ke Apotek. Dari 518 jumlah tablet yang diuji menunjukkan obat palsu jenis PDE5i yang dijual oleh penjual pinggir jalan 100 persen palsu, sedangkan dari toko obat sebanyak 56 persen palsu, lewat situs internet 33 persen palsu dan di Apotek dengan persentase terendah yaitu 13 persen palsu. Dalam hasil uji ditemukan bahwa di dalam obat PDE5i yang palsu ditemukan kandungan bahan aktif yang kurang atau ada yang berlipat atau melebihi kadar yang seharusnya.”
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa belum ada penanganan mujarab untuk menghentikan penyebaran obat palsu. Namun, yang terlihat lebih berperan justru adalah dokter jika dibandingkan dengan apoteker yang sudah menjadikan obat sebagai spesifikasi pekerjaan. Meninjau hal tersebut maka apoteker perlu dibangkitkan dan dibawa naik ke permukaan. Bukan untuk meraih popularitas namun menunjukkan kredibilitas profesi sebagai ahli obat. Maka, kepedulian, kepekaan, keaktifan serta kerjasama antar apoteker diperlukan untuk membasmi penyebaran obat palsu yang bahkan sudah masuk ke Apotek.
Untuk mengaktifkan apoteker diperlukan adanya campur tangan organisasi, karena organisasi paling ampuh untuk membina kerjasama. Salah satu organisasi kefarmasian selain IAI adalah ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia). ISMAFARSI berperan penting dalam membina kesatuan para apoteker khususnya para calon apoteker untuk mencari jalan keluar dari masalah penyebaran obat palsu.
Sebagaimana yang tercantum pada salah satu tulisan dari website Inilah.com dalam website IAI, “Sekretaris Jenderal IAI Drs. Nurul Falah EP, Apt, menjelaskan bahwa Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) amat mendukung perang terhadap obat palsu, dan para apoteker berperan menjadi salah satu key success factor dalam upaya melawan obat palsu dengan terus mengedukasi diri sendiri”.
ISMAFARSI turut menentukan pembasmian obat palsu di Indonesia. Sebagai organisasi antar mahasiswa farmasi, ISMAFARSI dapat mengubah kehidupan masa depan dunia obat-obatan. Mengapa demikian? Hal ini karena mahasiswa (pemuda) adalah generasi penerus di waktu berikutnya. ISMAFARSI dapat menghimpun mahasiswa-mahasiswa farmasi yang siap beraksi memerangi kelainan dunia obat-obatan di Indonesia. Dapat dibayangkan hal luar biasa yang dapat dilakukan dengan mengumpulkan mahasiswa-mahasiswa farmasi untuk turut andil dalam memerangi penyebaran obat palsu yang tergabung dalan satu kesatuan ISMAFARSI.
Terkait dengan penyebaran obat palsu, ISMAFARSI dapat melakukan banyak hal untuk membantu menuntaskan penyebaran obat palsu di Indonesia. Penyebaran obat palsu yang sudah sangat meluas tentu tidak dapat dihentikan hanya dalam beberapa jam, hari pun minggu bahkan tahun. Semua itu tergantung dari kerjasama dari pihak masyarakat. Oleh sebab itu, ISMAFARSI dapat memulai dengan menghimbau masyarakat untuk teliti ketika membeli obat. Misalnya dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, dengan melakukan sosialisai ke beberapa daerah untuk menyampaikan efek bahaya dari obat palsu atau cara membedakan obat palsu dengan obat asli. Hal tersebut memang tidak terlalu efektif dikarenakan masyarakat awam tidak terlalu peduli dan tidak mau ambil pusing dengan permasalahan tersebut. Namun, bukan berarti tidak ada yang mendengarkan. Jika menyerah hanya karena mendapat tanggapan yang kurang memuaskan dari masyarakat, lalu bagaimana masalah penyebaran obat palsu dapat terselesaikan? Lagi pula jika perbaikan hanya dilakukan pada pihak-pihak bagian pemerintah, pendistribusian dan lain-lain, hal itu juga tidak terlalu mujarab. Pembeli/pengguna obat juga pelu memiliki pengetahuan dasar menilai obat, terlebih lagi karena ISMAFARSI melakukan tindakan atas nama mahasiswa bukan lembaga hukum yang bertindak menghakimi. Oleh sebab itu, sehubungan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pengabdian kepada masyarakat, mahasiswa farmasi harus sabar dan konsisten dalam membawa masyarakat menuju pemikiran kritis dan realistis.
Kedua, dengan mendidik calon apoteker menjadi apoteker sebenarnya yang menguasai nine star of pharmacist. Hal ini untuk mencegah terlibatnya apoteker dalam penyebaran obat palsu. Ketika apoteker sudah terdidik dengan baik dan memiliki kesadaran tinggi akan tanggung jawabnya sebagai apoteker, maka dengan mudah ia akan turut memerangi berbagai masalah di dunia perobat-obatan.
Ketiga, dengan membuat program berkeliling melakukan penelitian ke beberapa apotek atau toko-toko yang menjual obat. Sebagai mahasiswa, anggota ISMAFARSI dan seluruh mahasiswa farmasi dapat memanfaatkan media penyampaian pendapat. Tergantung dari kreativitas mahasiswa itu sendiri untuk menyebarkan informasi seputar penanggulangan obat palsu dan lain-lain. Para mahasiswa juga dapat melakukan penelitian sederhana dengan memeriksa obat-obat yang terdapat di beberapa toko dan apotek kemudian menyampaikannya melalui tulisan di website kefarmasian, blog sendiri atau mengirim ke majalah-majalah kefarmasian seperti majalah MEDISINA dan lain-lain.
Beberapa cara di atas dapat dilakukan sebagai upaya memerangi penyebaran obat palsu. Meskipun masih berstatus mahasiswa bukan berarti para calon apoteker tidak dapat melakukan apa-apa bukan? Sangat penting untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya obat palsu yang tidak dibuat sesuai standar yang ditetapkan. Oleh sebab itu perlu kerjasama dari semua lembaga dan organisasi kefarmasian untuk memastikan bebasnya masyarakat dari obat palsu.
Ditulis untuk memenuhi syarat mengikuti
LKMMF II di Universitas Katolik Widya Mandala,
Surabaya Pada Tahun 2013
0 Response to "Bisa Ular Palsu"
Posting Komentar