Paradoks Cermin

Suatu hari, Jumadi berjalan di pematang sawah. Tak sengaja, ia temukan sebuah cermin dengan pegangan berwarna hitam. Ia memungutnya kemudian mencoba menemukan dirinya di dalam cermin dengan mensejajarkan cermin di genggamannya dengan wajahnya. Seketika Jumadi langsung terdiam dan menangis.

Beberapa saat kemudian, Jumadi menyeka air matanya dan kembali melihat lamat-lamat ke arah cermin. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, namun bayangan yang dilihatnya tetap sama. Ia membatin “Betapa buruk bayanganku di dalam cermin, aku tidak menyangka aku seburuk ini”.

Lama ia termenung di pinggir sawah. Angin membelai lembut, Jumadi menutup mata dengan tetap menggenggam cermin itu dengan tangan kanannya. Ia membuka mata ketika telah puas menikmati hembusan angin. Ia menatap lamat-lamat ke arah sawah yang kini sedang ditanami padi dengan air yang menggenang.

Ia masih dengan pikirannya, yang tidak menyangka bahwa ia adalah seseorang yang berwujud buruk. Peluh menetes dari dahi kanannya, ia menyeka peluh itu dengan tangan kanannya, seketika juga cermin yang ia genggam terlepas dari tangannya dan jatuh ke genangan air sawah. Jumadi tetap terdiam, ia bersiap untuk meninggalkan tempat itu, namun entah perasaan apa yang menahannya.

Pada akhirnya Jumadi memungut kembali cermin yang tadi jatuh. Ia usap cermin itu dengan sikunya, baru saja ia ingin meniup kotoran yang tertempel di cermin, ia langsung terduduk. Ia merasa tengah melihat sosok yang lain dari cermin yang ia pegang. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tak ada siapapun di dekatnya. Kembali ia arahkan cermin itu ke wajahya. Kini ia menyimpulkan senyum di wajahnya. Ia tak dapat percaya, betapa tampan sosok bayangan yang dipantulkan cermin yang ia lihat.

Ia menyadari bahwa ketika pertama kali bercermin, ia tak mengusap dahulu debu yang menempel pada cermin itu sehingga bayangan yang ia lihat adalah bayangan buram yang menggambarkan dirinya dalam potret yang buruk. Kini ia bersiul-siul gembira dan melupakan kesedihannya yang tadi sambil tetap memegang cermin yang menggambarkan betapa tampan sosoknya yang sebenarnya.

***
Seringkali kita menggunakan cermin yang salah untuk memantulkan baik bayangan diri kita sendiri maupun bayangan orang lain. Ketika yang terlihat adalah potret yang buruk dari sesosok bayangan di cermin yang kita miliki, kita hanya fokus melihat sisi jeleknya saja, tanpa mencoba menggunakan cermin untuk melihat potret baik dari diri kita sendiri maupun orang lain.

Harusnya kita teliti terlebih dahulu, bisa saja cermin yang kita gunakan sudah retak sehingga bayangan yang tergambar juga pecah, ataupun mungkin pada cermin yang kita gunakan terdapat noda atau debu yang menempel sehingga kita tidak dapat melihat pantulan bayangan dengan jelas.

Selain itu, cermin bukan hanya berfungsi untuk menampilkan sisi buruk dari diri kita sendiri ataupun orang lain. Cobalah menggunakan cermin dengan sudut pandangan berbeda dan temukan hal menarik yang belum pernah diketahui sebelumnya.

0 Response to "Paradoks Cermin"

Posting Komentar