Matahari menyapa pagi dengan riang. Sayang, hanya bertahan beberapa jam saja. Kini, ia mulai kembali ke peraduan. Hari pun mulai mendung. Perlahan, gerimis pun datang tanpa undangan. Secangkir kopi panas menemani tugas di malam sejuk ini. Hujan tak juga berhenti. Ia masih setia mengisi keheningan antara coretan kertas hitung statistika dan pulpen yang sedari tadi ingin kutinggalkan. Namun apalah daya, UAS semakin mendekat. Tak baik menjadi anak nakal. Sesekali harus nurut. Ingat, belajar adalah ibadah. Begitu kata Abi ketika kusampaikan kebosananku terhadap perkuliahan. Ah, terimakasih Tuhan. Kau berikan aku sosok Bapak sederhana seperti beliau. Tetap menginspirasi tanpa alasan. Jam dinding berdentang. 23.00. Aku masih terduduk dengan beberapa soal yang hampir selesai. Akhirnya, ada akhir di perjuangan ini, batinku pelan. Ingin kupejamkan mata, beristirahat sejenak. Merilekskan pikiran yang tak karuan. Hujan belum juga reda. Mataku sudah tak bisa diajak bersandiwara. Namun ada rasa yang manahanku untuk tetap terjaga. Sebuah sepeda motor dititipkan oleh teman yang sedang pergi mengunjungi temannya. Lama tak bersua, katanya. Hujan masih mengguyur. Gerbang sudah terkunci rapat. Namun, perasaan khawatir akan amanat masih menghantui. Tidur pun tak akan membawa kenyamanan. Akhirnya ia kembali. Pukul 02.30 aku berhasil memejamkan mata. Terakhir kupandang ke pelataran rumah, hujan masih tetap setia. Tak kuhiraukan apa-apa. Terlelap bersama mimpi.
***
Adzan berkumandang. Kumatikan alarm. kamar mandi menjadi tujuan utama. Berwudhu untuk kemudian melaksanakan kewajiban sebagai hamba yang hina. Kembali kulihat sejenak pemandangan di luar dan hujan masih tetap setia.
***
Aku terbangun. Tak sadar mukena masih membalut tubuhku yang kedinginan. Kumatikan kipas angin tua yang masih berputar sempurna. Beberapa saat kemudian terdengar suara orang-orang yang tak jelas kutafsirkan. Hingga seorang sahabat datang dan memberi kabar bahwa "BMS Banjir!". Aku terdiam. Antara kaget dan bingung sambil mengumpulkan kesadaran dari alam mimpi. Ada orang asing yang tak kukenal di ruang tamu, duduk bersila sambil mengobrol singkat. Siapa mereka? tak kutanya langsung hingga akhirnya aku tahu mereka adalah teman dari salah satu teman yang sedang 'mengungsi', kosannya kebanjiran!
***
Setelah mengantisipasi jika tanpa diketahui hujan akan tetap setia sehingga air akan semakin tinggi, kutata semua barang yang ada di kamar dan menyimpannya ke tempat yang lebih tinggi. Khawatir banjir menggenangi rumah kosan yang mungil ini. Air memang sudah memasuki bibir gerbang kosan, namun Alhamdulillah belum menjarah ke dalam. Menata sebaik mungkin barang-barang yang ada, agar tetap aman jika tanpa undangan banjir menyapa.
***
09.00 WIB. Saatnya menuntut ilmu. Kali pertama kulihat langsung suasana di sekitar rumah kosan. Hujan ini benar-benar telah mengubah semua dataran. Kini, hanya air yang tergenang yang menjadi pemandangan. Kulangkahkan kaki perlahan, kelasku akan dimulai pukul 10.00. Masih ada satu jam. "Mba, mau ke kampus ya?" teriak seorang tetangga yang belum juga kukenal namanya walaupun sudah hampir satu semester kami bersebelahan. Aku hanya mengangguk. "Disana banjir sampe seleher mba," tambahnya. Aku terdiam sejenak, namun akhirnya hanya senyum yang mampu kuberikan. Sambil mengucapkan terimakasih, kulanjutkan berjalan bersama 3 teman yang memiliki tujuan sama, kuliah Oseanografi.
***
Jalan darat ini berubah total. Hanya genangan air yang tersaji sepanjang mata memandang. Kualihkan rute perjalanan. Biasanya aku melewati sebuah jembatan kecil di samping rumah Pak Wakil Walikota namun karena menurut kabar yang beredar, jembatan tersebut tertutup air. Banjir hingga sepinggang orang dewasa disana. Jalan terbaik menuju kampus adalah dengan berputar melewati terminal. Hanya semata kaki, masih bisa dilalui dengan normal. Fenomena banjir ini hangat diperbincangkan. Twitter dan Facebook dipenuhi foto-foto kost-kostan yang banjir. Buku kuliah tak tertolong. Kasur basah. Baju-baju perlu di laundry ulang. Banjir ini juga dijadikan alasan oleh beberapa mahasiswa untuk membolos atau datang terlambat. Tak bisa dibantah, itulah manusia. Kuliah berjalan seperti biasa. Presentasi, diskusi dan pematangan materi oleh dosen. Setelah kelas selesai, beberapa teman kembali membahas artis yang datang subuh ini, banjir. Seorangg bercerita bahwa air mulai mendekati bibir gerbang pukul 01.00 wib. Pukul 02.00 wib ia terkaget-kaget karena ada ikan-ikan kecil disamping tempat tidurnya. Air sudah memasuki tiap sela rumah kost-nya! Hingga siang hari air masih bertahan setinggi lutut orang dewasa. Air mulai surut di sore hari. Aku turun serta membantu membersihkan kost-nya yang menjadi korban banjir. Sampah berserakan dimana-mana, sampah yang berasal dari berbagai penjuru wilayah. Buku-buku tak banyak yang bisa diselamatkan. Tempat tidur basah total. Bahkan, kami berteriak kaget ketika ada seeekor ular duduk manis di pojok ruangan. Untung saja, teman lain datang membantu untuk membersihkan semuanya.
***
Inilah kehidupan. Kadang semuanya di luar dugaan. Aku bersyukur karena banjir hanya sempat mengetuk pintu dan tak masuh ke dalamnya. Alhamdulillah. Mungkin ini cobaan, atau mungkin ini adalah teguran dari Tuhan agar kita lebih mencintai lingkungan. Ya, setidaknya dengan tetap menjaga keasrian dengan tidak membuang sampah sembarangan. Ayo, perbaiki sikap dan buat perubahan! :)
0 Response to "Serang mengerang, banjir. "
Posting Komentar