DEMOKRASI DAN OTONOMI DAERAH



DEMOKRASI DAN OTONOMI DAERAH

1.1  Latar Belakang
Proses demokrasi dalam terbentuknya otonomi daerah ini di mulai pada tahun 1999 dengan ditetapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dalam beberapa pasal membenarkan bahwa otonomi daerah merupakan suatu wilayah otonom dengan kewenangan mengatur, mengurus kepentingan masyarakatnya, oleh karena itu otonomi daerah sebagai suatu sistem demokrasi dalam mewujudkan kepentingan pemerintah pusat dalam menangulangi perbaikan sistem perekonomian nasional yang hampir bangkrut dikarenakan beban utang luar negeri yang melambung tinggi.
Sehingga tidak heran jika pengertian otonomi daerah menjadi urusan bagaimana mengeruk uang negara dan sumber-sumbernya, dan juga karena adanya desakan reformasi sehingga banyak dearah meminta untuk dimekarkan. Dipihak lain dengan adanya undang-undang tersebut banyak daerah dimekarkan dengan harapan adanya perbaikan sistem demokrasi akan tetapi lebih dari sekedar otonomi daerah, bahkan ada yang meminta referendum untuk menjadi suatu negara dan daerah meminta otonomi khusus, hal ini mengakibatkan terpecahnya wilayah Indonesia. Sedangkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pasal 1, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga dalam proses pemekaran daerah dalam rangka menunjang otonomisasi daerah menjadi semakin gencar dan merupakan komoditas utama dalam pembahasan DPR-RI dimana setiap daerah mengajukan pemekaran pasti disetujui tanpa melihat keadaan dari masing-masing wilayah tersebut.



2.1  PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN DEMOKRASI
Secara etimologis, istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “demos” yang berarti rakyat dan “kratos/kratein” yang berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government of rule by the people). Adapula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)
Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi. (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara member pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207). Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.  (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)
Dalam hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan politik.(Mayo,1960:70) (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)
International Commission of Jurist mengungkapkan bahwa demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu
Sementara Amien Rais, seorang ahli dari Indonesia mengatakan bahwa suatu negara disebut sebagai negara demokrasi jika memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan, (2) persamaan di depan hukum, (3) distribusi pendapat secara adil, (4) kesempatan pendidikan yang sama, (5) empat macam kebebasan, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama, (6) ketersediaan dan keterbukaan informasi, (7) mengindahkan fatsoen atau tata krama politik, (8)kebebasan individu, (9)semangat kerja sama dan (10)hak untuk protes.
Konsep perkembangan demokrasi terbagi kedalam empat tahap penting yaitu :
1.    Pada Zaman Yunani
Pada mulanya sistem demokrasi berada pada zaman Yunani Kuno pada abad ke-4 SM sampai abad ke-6 M, bangsa Yunani pada saat itu menganut demokrasi langsung yaitu dimana keputusan-keputusan politik dibuat berdasarkan keputusan mayoritas dari warga Yunani dan dijalankan langsung oleh seluruh warga negara. Pada masa itu demokrasi yang diterapkan secara langsung biasa berjalan dengan baik hal itu karena wilayah dan jumlah penduduk masih terbilang kecil, hanya saja di Yunani demokrasi hanya berlaku untuk warga negara saja sedangkan untuk budak belian dan pedagang asing tidak berlaku. (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)


2.    Lahirnya Magna Charta(Piagam Besar 1215)
Pada perkembangan demokrasi abad pertengahan telah menghasilkan Magna Charta, yang merupakan semacam kontrak antar beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris di mana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan previleges dari bawahannya sebagai imbalan untuk menyerahkan dana untuk keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana yang feudal dan tidak berlaku pada rakyat jelata namun dianggap sebagai tonggak perkembangan gagasan demokrasi. (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)
3.    Lahirnya Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika pada Akhir Abad ke -18
Pada akhir abad ke-18 M beberapa pemikran dapat menghasilkan Revolusi Prancis dan Amerika, pemikiran tersebut antara lain bahwa manusia mempunyai hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan menyebabkan dilontarkan kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tidak terbatas. Pendobrakan terhadap kedudukan raja yang absolute didasarkan atas suatu teori rasinalistis yang dikenal dengan Social Contract(kontrak sosial). Menurut Jonh Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, atau kebebasan dan hak untuk milik, Montesqueiu mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik, yang kemudian disebut dengan trias politica. (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)
4.    Demokrasi Konstitusional pada Abad ke-19 dan 20
Akibat dari keinginan menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif timbullah gagasan bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekuasaan pemerintahan ialah dengan suatu konstitusi. Undang-Undang menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekuasaan negara dengan sedemikian rupa, sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi dengan kekuasaan parlemen dan lembaga hukum. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme (constitutionalism), sedangkan negara yang menganut gagasan ini disebut constitutional state. (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)

Sesudah Perang Dunia II International Commission of Juristtahun1965 sangat memperluas konsep mengenai Rule of Law, bahwa di samping hak-hak politik juga hak-hak sosial dan ekonomi harus diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa standar dasar sosial ekonomi. International Commission of Jurist dalam konferensinya di Bangkok perumusan yang paling umum mengenai sistem politik yang demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat suatu keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. Ini dinamakan “demokrasi berdasarkan perwakilan”. (Kaelan, 2010, Pendidikan Kewarganegaraan : 55)
  
2.2  DEMOKRASI DAN IMPLEMENTASINYA
Pembahasan tentang peranan Negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hamper semua Negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang mengumpulkan lebih dari 100 Sarjana Barat dan Timur, sementara di negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda (kendati sama-sama negara demokrasi). Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelengarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda.  (Kaelan, 2010 Pendidikan Kewarganegaraan : 54)
Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan, demokrasi juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti: pertama, sistem presidensial yang menyejajarkan antara parlemen dan presiden dengan memberi dua kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Kedua, sistem parlementer yang meletakkan pemerintah dipimpin oleh perdana menteri yang hanya berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala negara, sebab kepala negaranya bias diduduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi simbol kedaulatan dan persatuan, dan ketiga, sistem referendum yang meletakkan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari parlemen. Di beberapa negara ada yang menggunakan sistem campuran antara presidensial dengan parlementer, yang antara lain dapat dilihat dari sistem ketatanegaraan di Perancis atau Indonesia berdasarkan UUD 1945. (Kaelan, 2010 Pendidikan Kewarganegaraan : 54)
Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi dasar penyelenggaraan negara ternyata memberikan implikasi yang berbeda di antara pemakai-pemakainya bagi peranan negara. (Kaelan, 2010 Pendidikan Kewarganegaraan : 54)
Penerapan Budaya Demokrasi
1)    Di Lingkungan Keluarga
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
a.         Kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara,
b.        Menghargai pendapat anggota keluarga lainnya, dan
c.         Senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja.
2)    Di Lingkungan Masyarakat
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
a.         Bersedia mengakui kesalahan yang telah dibuatnya,
b.        Kesediaan hidup bersama dengan warga masyarakat tanpa diskriminasi, dan
c.         Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya.
3)    Di Lingkungan Sekolah
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
a.         Bersedia bergaul dengan teman sekolah tanpa membeda-bedakan,
b.        Menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama, dan
c.         Menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita.
4)    Di Lingkungan Kehidupan Bernegara           
Penerapan Budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut:
a.         Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas,
b.        Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya, dan
c.         Memiliki kejujuran dan integritas.

2.3  BENTUK-BENTUK DEMOKRASI
A.    Dilihat dari Cara Penyaluran Kehendak Rakyat
1.      Demokrasi Langsung
Demokrasi Langsung ialah demokrasi dimana rakyat secara langsung mengemukakan kehendaknya dalam suatu rapat yang dihadiri seluruh rakyatnya. Demokrasi langsung pernah dijalankan di negara-negara maupun kota pada zaman Yunani Kuno.
2.      Demokrasi Tidak Langsung (Demokrasi Perwakilan)
Demokrasi Perwakilan yaitu demokrasi dimana rakyat menyampaikan kehendakannya melalui Dewan Perwakilan Rakyat. Demokrasi perwakilan dijalankan oleh negara-negara pada zaman modern. (http://pkn-dragbike329yahoo.blogspot.com)
B.     Dilihat dari Titik Berat Paham yang Dianut
1)    Demokrasi Barat (Demokrasi Lliberal)
Demokrasi Barat lebih menitikberatkan pada kebebasan bergerak, berpikir dan mengeluarkan pendapat, menjunjung tinggi persamaan hak pada bidang politik. (http://pkn-dragbike329yahoo.blogspot.com)
Kelemahan Demokrasi Liberal :
a.       Adanya kesenjanagan yang lebar antara golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah
b.      Golongan ekonomi kuat dapat membeli suara rakyat dan suara DPR
2)   Demokrasi Timur (Komunis)
Demokrasi Timur lebih menitik beratkan pada paham kesamaan yang menghapuskan perbedaan kelas diantara sesama rakyat. (http://pkn-dragbike329yahoo.blogspot.com)
Kelebihan Demokrasi Timur :
a.       Kesenjangan ekonomi kecil,
b.      Menjunjung tinggi persamaan dalam bidang ekonomi.
Kelemahan Demokrasi Timur:
a.       Persamaan hak bidang politik kurang diperhatikan,
b.      Tidak adanya kompetisi dan tidak diakuinya hak milik pribadi menyebabkan etos kerjanya kurang baik.
3)   Demokrasi Gabungan
Demokrasi yang berprinsip mengambil kebaikan dan membuang kelemahan dari Demokrasi Barat dan Demokrasi Timur. (http://pkn-dragbike329yahoo.blogspot.com)
Dalam Demokrasi Gabungan :
a.       Hak milik pribadi diakui, namun hak milik pribadi juga berfungsi sosial
b.      Upaya menyejahterahkan rakyat jangan sampai menghilangkan derajat dan HAM
C.     Sistem Demokrasi Modern
1.      Demokrasi dengan Sistem Parlementer
a.       Kekuasaan legislatif (DPR) di atas eksekutif pemerintah
b.      Presiden atau raja hanya sebagai kepala negara yang kedudukannya sebagai lambang
Kebaikan Demokrasi dengan Sistem Parlementer
a.       Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan pemerintah besar sekali
b.      Kontrol rakyat terhadap pemerintah baik
Kelemahan Demokrasi dalam Sistem Parlementer
a.       Sering timbul krisis kabinet
b.      Tidak mendapat dukungan dari mayoritas anggota DPR. (http://pkn-dragbike329yahoo.blogspot.com)
2.      Demokrasi dengan Pemisahan Kekuasaan
Sistem ini menganut ajaran Montesquieu, yakni :
a.       Kekuasaan Legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-undang)
b.      Kekuasan Eksekutif  (kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang)
c.       Kekuasaan Yudikatif (kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang)
Ciri-ciri Sistem Pemisahan Kekuasaan :
a         Kepala negara merupakan penguasa eksekutif yang nyata
b        Kekuasaan yudikatif tidak dapat dicampuri kekuasaan lain
Keuntungan Sistem Pemisahan Kekuasaan :
a.       Pemerintah stabil karena Presiden dan Menteri tidak dapat dijatuhkan oleh DPR
b.      Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya
Kelemahan Sistem Pemisahan Kekuasaan :
a.       Pengawasan pemerintahan kurang berpengaruh
b.      Pengaruh rakyat terhadap kebijakan politik negara kurang mendapatkan perhatian.

2.4  DEMOKRASI DI INDONESIA
Dalam sejarah Negara Republik Indonesia yang telah lebih dari setengah abad, perkembangan demokrasi telah mengalami pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ialah bagaimana meningkatkan ekonomi dan membangun kehidupan sosial dan politik demokratis dalam masyarakat. (Pendidikan Kewarganegaraan, 2012 : 63)
Mirriam Budiardjo (2008:127-128) menyatakan bahwa dipandang dari sudut perkembangan sejarah demokrasi Indonesia sampai masa Orde Baru dapat dibagi dalam 4 (empat) masa, yaitu :
a.       Masa pertama Republik Indonesia (1945-1959) yang dinamakan masa Demokrasi Konstitusional yang menonjolkan peranan parlemen dan partai-partai.
b.      Masa kedua Republik Indonesia (1959-1965) yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang banyak aspek menyimpang dari Demokrasi Konstitusional yang secara formal merupakan landasan dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
c.       Masa ketiga Republik Indonesia (1965-1998) yaitu masa Demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan Demokrasi Konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
d.      Masa keempat Republik Indonesia (1999-sekarang), masa Demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakar pada kekuatan multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara, antar eksekutif, legislatif dan yudikatif.
(http://www.academia.edu/7014074/DEMOKRASI_INDONESIAdari_pdf)
Demokrasi sebagai sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan cita-citanya. Demokrasi di Indonesia tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya persamaan hak juga sekaligus mengakui perbedaan serta keberanekaragaman mengingat Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika. (Pendidikan Kewarganegaraan, 2012 : 68).
Demokrasi Indonesia tidak berbeda dengan demokrasi di Barat dalam bidang politik. Hanya saja demokrasi di Indonesia mencakup demokrasi ekonomi dan sosial, sesuatu yang tidak terdapat dalam masyarakat Barat. Saat ini, ide demokrasi tersebut terungkap dalam sila keempat Pancasila yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yakni kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena UUD 1945 merupakan derivasi dari Pancasila sebagai dasar filsafat negara, maka secara normatif demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang bersumberkan nilai Pancasila khususnya sila keempat. (http://www.academia.edu/7014074/DEMOKRASI_INDONESIAdari_pdf)
Demokrasi Pancasila dalam arti luas adalah kedaulatan atau kekuasaan tertinggi ada pada rakyat yang dalam penyelenggaraannya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan nilai keadilan sangat mendukung demokrasi. Nilai-nilai Pancasila menentang sistem otoriter atau kediktatoran. Pelaksanaan  demokrasi Pancasila agar tegak dan berkembang dipusatkan pada 10 (sepuluh) pilar demokrasi (Achmad Sanusi, 2006: 193-205), yaitu:
1)      Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Para pemeran politik  dan pemimpin negara  dan semua warga negara  dalam menerapkan demokrasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Ia dituntut  agar mempertanggungjawabkan segala tindakannya  kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2)      Demokrasi yang menjunjung Hak Asasi Manusia
Demokrasi mengharuskan adanya penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dalam bentuk jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia  demi terwujudnya keadilan dalam masyarakat.
3)      Demokrasi yang mengutamakan kedaulatan rakyat
Rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi. Pelaksanaan kedaulatan  melalui sistem perwakilan, untuk mengisi lembaga perwakilan perlu dilaksanakan pemilu secara periodik.
4)      Demokrasi yang didukung kecerdasan
Warga negara yang cerdas dan terdidik secara politik merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan demokrasi. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan atau pendidikan politik amat penting dalam negara demokrasi untuk membekali warga negara kesadaran akan hak dan kewajibannya.
5)      Demokrasi yang menetapkan pembagian kekuasaan
Suatu negara yang demokratis harus ada pembagian kekuasaan. Hal ini untuk menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan kepada satu orang. Dan memberikan kesempatan kepada lembaga lain untuk melakukan pengawasan dan meminta pertanggungjawaban jalannya pemerintahan.
6)       Demokrasi yang menerapkan konsep Negara Hukum
Hukum melandasi pelaksanaan demokrasi. Untuk mengembangkan kebebasan  yang demokratis tidak bisa dengan meninggalkan hukum. Tanpa hukum, kebebasan akan mengarah pada perbuatan yang anarkis. Pada akhirnya perbuatan itu meninggalkan nilai-nilai demokrasi. Untuk mewujudkan demokrasi yang berdasarkan hukum tidak dapat lepas dari perlidungan konstitusional, badan peradilan yang bebas, kebebasan berpendapat, berserikat, dan kesadaran kewarganegaraan.
7)      Demokrasi yang menjamin otonomi daerah
Pelaksanaan demokrasi harus tetap menjamin tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah yang semakin nyata dan bertanggung jawab mengindakasikan paham demokrasi juga semakin berkembang. Sebagai wujud prinsip demokrasi kekuasaan negara tidak dipusatkan pada pemerintah pusat saja  namun sebagian diserahkan kepada daerah yang menjadi urusan rumah tangga daerah itu sendiri.
8)      Demokrasi yang berkeadilan sosial
Pelaksanaan demokrasi diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi bukan  hanya politik saja melainkan  juga demokrasi sosial dan ekonomi. Demokrasi sosial artinya demokrasi yang ditemukan  dalam hubungan  antar warga masyarakat  dan atau warga negara. Juga harus dilandasi oleh penghormatan terhadap kemerdekaan, persamaan dan solidaritas  antar manusia.
9)       Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat
Demokrasi juga mencakup dalam bidang ekonomi. Demokrasi ekonomi adalah sistem pengelolaan perekonomian negara berdasarkan prinsip ekonomi. Perekonomian harus dijaga dari persaingan bebas tanpa batas melalui peraturan perundang-undangan. Negara juga mengambil peran yang cukup  dalam usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat.
10)  Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
Sistem pengadilan yang merdeka memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Pengadilan yang merdeka dan otonom tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun, namun hakim wajib mempertimbangkan keadilan yang berkembang di masyarakat.

2.5  PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Secara harfiah kata otonomi barasal dari bahasa Yunani, yaitu auto yang berarti sendiri dan nomos yang berarti hukum atau peraturan. Sedangkan daerah adalah wilayah atau lingkungan pemerintah. Sehingga otonomi daerah berarti hukum atau peraturan sendiri pada suatu wilayah.
Berdasarkan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintaha Daerah, pengertian otonomi daerah adalah wewewnang daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-udangan.

2.6  SEJARAH DAN PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu :
A      Warisan Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan  Staatsblaad No. 329 yang member peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatsblaad ini diperkuat dengan Staatsblaad No.137/1905 dan Staatsblaad No.181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang Staatsblaad No. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschapyang semuanya menggantikan locale resort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan colonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
B       Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar Perang Dunia II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatera. Negara ini berhsil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, Amerika Serikat di Filiphina, serta Belanda di daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jeoang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urudan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No.27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah.
Pada masa Jepang pemerintah daerah hamper tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
C       Masa Kemerdekaan
1     Periode Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 1Tahun 1954 menitikberatkan pada asas dekondsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni :
a.    Provinsi
b.    Kabupaten / kota besar
c.    Desa / kota kecil
UU No.1 tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.
2     Periode Undang-Undang Nomor 22 Tahun1948
Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni :
a)    Provinsi
b)   Kabupaten / kota besar
c)    Desa / kota kecil
Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3     Periode Undang-Undang Nomor 1 Tahun1957
Menurut UU No.1 Tahun1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkatan, yaitu :
a.    Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
b.    Daerah swatantra tingkat II
c.    Daerah swatantra tingkat III
UU No.1 tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4     Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959
Penpres No.6 tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan apda kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dengan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
5     Periode Undang-Undang Nomor 18 Tahun1965
Manurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni :
a.    Provinsi (tingkat I)
b.    Kabupaten (tingkat II)
c.    Kecamatan (tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawsan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
6     Periode Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur rumah tangganya berdasarkan asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi –bagi menurut tingkatannya menjadi :
a.    Provinsi / ibukota negara
b.    Kabupaten / kotamadya
c.    Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memebuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
7     Periode Undang-Undang Nomor 22 Tahun1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No.22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a.    Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI
b.    Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
c.    Daerah diluar provinsi dibagi dalam daerah otonomi
d.   Kecamatan merupakan perangkat daerah kebupaten
Secara umum UU No.22 tahun 1999 banyak mebawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masuarakat daerah, ternayat UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
8     Periode Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kebupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hunungan kemitraan dan sejaar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.











BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
a.       Demokrasi adalah demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas. Konsep perkembangan demokrasi terbagi kedalam empat tahap penting yaitu : Pada Zaman Yunani, Lahirnya Magna Charta, Lahirnya Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika pada Akhir Abad ke -18, dan Demokrasi Konstitusional pada Abad ke-19 dan 20.
b.      Demokrasi dan implementasinya antara lain di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan di lingkungan berkehidupan negara.
c.       Bentuk demokrasi dapat dilihat dari cara penyaluran kehendak rakyat, dilihat dari titik berat paham yang dianut dan dilihat dari sistem demokrasi modern.
d.      Demokrasi di Indonesia mengalami empat periode, yaitu: periode 1945-1959 (Demokrasi Parlementer), periode 1959-1965 (Demokrasi Terpimpin), periode 1966-1998 (Demokrasi Konstitusional), periode 1999-sekarang (Demokrasi Pancasila Era Reformasi).
e.       Otonomi daerah adalah wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-udangan.
f.       Sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu : masa warisan kolonial, masa pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan.














0 Response to "DEMOKRASI DAN OTONOMI DAERAH"

Posting Komentar